-->

Notification

×

Iklan

New-Slide

Iklan

New-Slide

Advokat Surjono Managing Law Firm Surjo & Partners Mengulas "Apa Itu Ekstradisi ?"

Jumat, 28 Januari 2022 | Januari 28, 2022 WIB | 0 Views Last Updated 2022-01-28T06:19:46Z

SUCAINDO.MY.ID, JATIM - Indonesia bersama Singapura akhirnya menandatangi perjanjian ekstradisi, yang mana dalam perjalanannya, permulaan Perjanjian Ekstradisi Indonesia dan Singapura diawali karena banyaknya buronan koruptor Indonesia yang lari ke Singapura.

Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura resmi ditandatangani oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) RI Yasonna H. Laoly dan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Hukum Singapura K. Shanmugam serta disaksikan oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan Perdana Menteri (PM) Singapura Lee Hsien Loong. Selasa (25/01/22), di Bintan, Kepulauan Riau.

Ketua DPW GNPK-Ri Jawa Timur


Menkumham Yasonna Laoly menjelaskan, Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura memiliki masa retroaktif (berlaku surut terhitung tanggal diundangkannya) selama 18 tahun ke belakang. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan maksimal daluwarsa sebagaimana diatur dalam Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.

Apa Itu Perjanjian Ekstradisi?

Adv. H. Surjono, S.H, M.H,. Managing Law Firm Surjo & Partners mengutarakan perjanjian ekstradisi ada dalam hukum internasional. "Ekstradisi adalah proses di mana satu negara dapat meminta orang yang menurut hukumnya dinilai melakukan kejahatan walaupun pihak yang terlibat sedang berada di luar negeri." Terang Adv. H. Surjono, S.H, M.H,.

"Perjanjian ekstradisi umumnya menjadi fondasi suatu negara untuk meminta pemulangan seorang tersangka yang berada atau ditahan di negara lain." Ungkap Adv. H. Surjono, S.H, M.H,.

Lanjut Adv. H. Surjono, S.H, M.H,. "Individu yang diekstradisi memiliki dakwaan atas kejahatan, namun belum diadili. Sedangkan orang yang telah diadili namun berhasil kabur dari penahanan akan dihukum secara in absentia dan masuk ke dalam kategori ektradisi."

"Adapun, ekstradisi dapat dipandang sebagai sebuah proses saat satu negara menangkap dan mengirim seseorang ke negara lain. Hal ini dilakukan untuk penuntutan pidana atau menjalani hukuman penjara." Ungkap Managing Law Firm Surjo & Partners peraih anugrah “Indonesia 50 Best Lawyer Award 2019” pada kategori The Best Lawyer and Lawyer Office Service Exellent Of The Year, dari Indonesia Achievement Center.


Adv. Surjono, S.H, M.H,. yang juga aktif dalam sosialisasi Pencegahan Korupsi mengemukakan dalam pandangannya, bahwa Permulaan Perjanjian Ekstradisi Indonesia dan Singapura diawali karena banyaknya buronan koruptor Indonesia yang lari ke Singapura.

Buronan-buronan Indonesia yang kabur ke Singapura antara lain Sjamsul Nursalim, yang kini sudah bukan berstatus tersangka kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) lagi. 

Samadikun Hartono, tersangka korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Bank Modern yang telah ditangkap; Sudjiono Timan tersangka korupsi BPUI yang kini sudah dibebaskan dari tuduhan dugaan korupsi; dan tersangka korupsi Cassie Bank Bali, Djoko S Tjandra yang kini sudah ditangkap.

Alasan para koruptor tersebut kabur ke Singapura karena belum adanya perjanjian ekstradisi antara kedua negara tersebut. Nyatanya Indonesia dan Singapura telah merintis perjanjian ekstradisi sejak 1972 namun pembahasannya baru dimulai sejak 2004 lalu. 

Sejalannya waktu, pembahasan rancangan perjanjian ekstradisi antara keduanya tidak berjalan mulus. Hal ini menyebabkan kedua negara tersebut baru menandatanganinya pada 27 April 2007 di Bali. Walupun telah ditandatangani perjanjian tersebut belum dapat berjalan efektif karena menunggu ratifikasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI).

Selain itu menurut Kementerian Luar Negeri RI menjelaskan perjanjian ekstradisi juga memicu perdebatan panas di DPR. Sebabnya perjanjian itu harus disepakati dengan perjanjian kerja sama pertahanan (DCA). Adapun permintaan Singapura dalam DCA adalah meminta sebagian wilayah perairan dan udara di sekitar Sumatera dan Kepulauan Riau dapat digunakan untuk latihan militer. 

Perdebatan tersebut menyababkan proses ratifikasi perjanjian ekstradisi dan DCA antara RI dan Singapura tidak kunjung disetujui DPR saat itu.

Selama ini, Singapura menyatakan jika keputusan akhir perjanjian ekstradisi keduanya ada di tangan Indonesia, dan akhirnya Indonesia dengan Singapura resmi menandatangani sebuah perjanjian ekstradisi di Bintan, Kepulauan Riau, Selasa 22 Januari 2022.

Sebagaimana dikutip dari Kompas.com, perjanjian ekstradisi tersebut ditandatangani setelah diupayakan Pemerintah Indonesia sejak 1998.

Perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura memiliki masa retroaktif yang berlaku surut terhitung tanggal diundangkannya atau berlaku selama 18 tahun ke belakang.

Menurut UU Nomor 1 Tahun 1979, ekstradisi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian. Dalam hal perjanjian belum ada, maka ekstradisi bisa dilakukan atas dasar hubungan baik antara Indonesia dan negara lain.

Dalam UU tersebut turut dijelaskan siapa saja yang dapat diekstradisi, yakni orang yang oleh pejabat yang berwenang dari negara asing diminta karena disangka melakukan kejahatan atau untuk menjalani pidana atau perintah penahanan.

Ekstradisi dapat juga dilakukan pada orang yang disangka melakukan atau telah dipidana karena membantu, mencoba, dan melakukan mufakat kejahatan, sepanjang pembantuan, percobaan, dan permufakatan jahat itu dapat dipidana menurut hukum NKRI dan hukum negara yang meminta ekstradisi. [Eka-vdgerung.mgl].

Posting-Web
Iklan-ADS
Iklan-ADS
×
Berita Terbaru Update
close
Banner iklan disini