-->

Notification

×

Iklan

New-Slide

Iklan

New-Slide

Kepala Daerah Terus Korupsi, Mengapa? Ini Ungkap Ketua GNPK-RI Jabar

Selasa, 18 Januari 2022 | Januari 18, 2022 WIB | 0 Views Last Updated 2022-01-18T05:35:14Z


Jawa-Barat ,Kepala Daerah yang terjerat kasus korupsi terus bertambah, publik dibuat geram dengan operasi senyap KPK dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) dua Kepala Daerah baru – baru ini, yakni OTT Walikota Bekasi dan Bupati Penajam Paser Utara.

Khusus Kabupaten Penajam Paser Utara, Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah mengumumkan ibu kota pindah yang kemungkinan besar ke Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.

Rahmat Effendi, Walikota Bekasi sebagai tersangka ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) bekasi.

Rahmat diamankan tim KPK bersama 13 orang lainnya dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Kota Bekasi, Jawa Barat pada Rabu (5/1/2022) siang.

Kemudian, Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur Mas’ud (AGM) dan kawan-kawan terkait suap proyek Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) hingga izin sawit.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan bahwa konstruksi perkara diduga terjadi pada 2021. Kabupaten Penajam Paser Utara, mengagendakan beberapa proyek pekerjaan yang ada pada Dinas PUTR serta Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga dengan nilai kontrak sekitar Rp112 miliar

Antara lain untuk proyek multiyears peningkatan jalan Sotek–Bukit Subur dengan nilai kontrak Rp58 miliar dan pembangunan gedung perpustakaan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar.

Ketua GNPK-RI Provinsi Jawa Barat, Nana Supriatna Hadiwinata, atau Abah Nana mengungkapkan bahwa, sistem politik di Indonesia yang masih berbiaya tinggi, maraknya kepala daerah yang terjerembab praktik korupsi juga disebabkan tingginya kekuasaan yang dimiliki ditambah adanya kesempatan dan rendahnya integritas.

“Kekuasaan untuk mengambil keputusan sendiri atau diskresi yang dimiliki kepala daerah tanpa pengawasan yang memadai mendorong terjadinya praktik korupsi.” Terang Abah Nana, Senin (17/01/22).

Lanjut Abah Nana, “Dari berbagai referensi tentang korupsi, salah satunya mengatakan bahwa monopoli ditambah dengan tingginya kekuasaan (diskresi) yang dimiliki seseorang tanpa adanya pengawasan yang memadai dari aparat pengawas, akan menyebabkan dorongan melakukan tindak pidana korupsi.”

“Dengan kata lain korupsi terjadi karena kekuasaan ditambah adanya kesempatan dan minus integritas,” Tegasnya.

“GNPK-RI selalu mengingatkan para Kepala Daerah sebagai penyelenggara negara untuk selalu memegang teguh integritas dan mengedepankan prinsip-prinsip good governance dalam menjalankan pemerintahannya.” Ungkap Abah Nana.

GNPK-RI yang dalam perjalanannya bersenergi dengan KPK, Bareskrim Polri, Kejagung, Komisi Yudisial, Kompolnas, dan Ombudsman, serta lembaga lainnya melalui program-program pencegahan, koordinasi dan supervisi, telah mendampingi dan terus mendorong perbaikan tata kelola pemerintahan daerah agar transparan dan akuntabel.

Melalui upaya pencegahan, salah satunya dilakukan dengan membuat kajian sistem, GNPK-RI berupaya menutup celah dan potensi korupsi dengan memberikan rekomendasi perbaikan agar tidak ada peluang atau kesempatan seseorang untuk bisa melakukan korupsi,” jelas Abah Nana.

Keberpihakan GNPK-RI dalam upaya Pencegahan dan Pembertasan Korupsi sangat tegas, melalui upaya sosialisasi bahaya laten korupsi yang merupakan kejahatan luar biasa adalah istilah yang dipergunakan untuk menggambarkan suatu kejahatan yang mempunyai dampak negatif terhadap kehidupan manusia.

GNPK-RI Jabar mendorong pembentukan budaya antikorupsi di masyarakat, termasuk menjaga integritas penyelenggara negara dengan menumbuhkan kesadaran agar tidak ingin melakukan korupsi.” Papar Abah Nana.

"Selain itu, GNPK-RI melalui upaya penindakan yang tegas, selalu merespon dan menganalisa informasi-informasi yang berkembang di masyarakat dalam Lapdumas yang masuk, dan melaporkannya ke KPK, Kejagung atau Bareskrim Mabes Polri.” Cetusnya.

Abah Nana berujar, bahwa dirinya berharap, “Apabila peran aktif masyarakat dalam peran sertanya sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dalam pasal 41 ayat (5) dan pasal 42 ayat (5) diatur mengenai hak dan peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, akan membuat penyelenggara negara takut sehingga tidak mau korupsi,” Tegasnya.

Abah Nana menjelaskan, “Berdasarkan pengalaman GNPK-RI dalam mengamati tindak pidana korupsi, setidaknya terdapat lima modus korupsi kepala daerah, yaitu intervensi dalam kegiatan belanja daerah mulai dari pengadaan barang dan jasa, penempatan dan pengelolaan kas daerah, pelaksanaan hibah dan bantuan sosial (bansos), pengelolaan aset, hingga penempatan modal pemda di BUMD atau pihak ketiga.”

Kemudian, intervensi dalam penerimaan daerah mulai dari pajak daerah dan retribusi, pendapatan daerah dari pusat, sampai kerja sama dengan pihak lain. Modus lainnya intervensi dalam perizinan mulai dari pemberian rekomendasi, penerbitan perizinan, sampai pemerasan.

Selain itu, benturan kepentingan dalam proses pengadaan barang dan jasa; rotasi, mutasi, promosi, dan rangkap jabatan; serta Penyalahgunaan wewenang dalam proses lelang jabatan.

Terkait sektor pengadaan barang dan jasa (PBJ) yang menjadi primadona kepala daerah untuk melakukan praktik korupsi, KPK telah mengidentifikasi berbagai titik rawannya.

Beberapa di antaranya, kelembagaan Unit Layanan Pengadaan (ULP) yang tidak independen, Pokja ULP tidak permanen, Pelaksanaan PBJ yang tidak transparan, benturan kepentingan dalam pelaksanaan PBJ dan Sistem PBJ yang diretas oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Penempatan penyertaan modal pemda di BUMD atau pihak ketiga dan pengelolaan aset daerah kadang luput dalam deteksi indikator penyebab Kepala Daerah berprilaku Korupsi.

Kemudian celah korupsi pengelolaan kas daerah dalam modus ini, penanggung jawab atau pejabat pengelola keuangan memanfaatkan dana kas daerah untuk disimpan pada bank tertentu. Bank itu nantinya bersedia memberikan komisi atau bunga khusus pada pejabat yang bersangkutan.

Selain itu, Abah Nana berujar, penyelewengan oleh Oknum Pejabat biasanya menggunakan modus, dengan cara memerintahkan stafnya untuk mencairkan suatu mata anggaran tertentu dalam APBD. Kemudian dana itu ditransfer ke rekening pejabat yang bersangkutan, tanpa ada rincian pertanggung jawaban.

Modus lainnya, juga bisa dilakukan dengan cara kerjasama antara pejabat daerah dengan anggota DPRD, dalam proses “menggol-kan” suatu mata anggaran, yang bertujuan untuk memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak.

Selain itu, lanjutnya, ada juga modus penyelewengan dengan melakukan rekayasa untuk menunjuk rekanan tertentu,dengan harga yang sudah diatur atau mark up.

Padalah dalam dalam PP nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pada poin

5. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.

6. Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah.

7. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.

Abah Nana mengatakan, pengadaan barang dan jasa merupakan satu dari delapan fokus area perbaikan dalam monitoring pendampingan pengawasan masyarakat yang dilakukan GNPK-RI untuk memperbaiki tata kelola pemerintah daerah.

Untuk perbaikan tata kelola pengadaan barang dan jasa, GNPK-RI Jabar meminta Pemda untuk menyusun aksi perbaikan antara lain dengan pembentukan UKPBJ yang independen, pembentukan Pokja UKPBJ permanen dan tidak merangkap dengan OPD lain, perencanaan kegiatan PBJ yang transparan dan akuntabel, pelaksanaan Reviu HPS dan Probity Audit, pelaksanaan Audit Kepatuhan PBJ juga pelaksanaan Audit IT PBJ.

“Dalam beberapa kasus yang dilaporkan GNPK-RI baik ke KPK, Kejagung, atau Bareskrim Mabes Polri, modus korupsi pada PBJ yang terungkap antara lain, seperti ijon proyek, pemberian suap dan gratifikasi untuk mendapatkan proyek, mark-up anggaran, dan kolusi dalam proses lelang,” pungkasnya. [Vd]

Posting-Web
Iklan-ADS
Iklan-ADS
×
Berita Terbaru Update
close
Banner iklan disini