-->

Notification

×

Iklan

New-Slide

Iklan

New-Slide

Penyebab Kualitas Proyek APBD Diragukan dan Diduga Ada Praktek Jual Beli, ini Kata Ketua GNPK-RI Jabar :

Selasa, 25 Januari 2022 | Januari 25, 2022 WIB | 0 Views Last Updated 2022-01-25T10:38:43Z


SUCAINDO, BREBES - Indikasi korupsi biasanya diawali dari kekuasaan untuk mengambil keputusan sendiri atau diskresi yang dimiliki kepala daerah tanpa pengawasan yang memadai mendorong terjadinya praktik korupsi.

Pendapatan APBD Kabupaten Brebes tahun 2022 sebesar Rp 3,014 Triliun dan Belanja sebesar Rp 3,193 Triliun. Untuk pembiayaan, sebesar Rp 197 milyar dan pengeluaran pembiayaan sebesar Rp 18,5 Miliar. 

Adapun belanja transfer dari APBD kepada Desa, total sebesar Rp 639 Miliar. Dengan rincian Alokasi Dana Desa (ADD) Rp 127 Miliar, Bagi Hasil Pajak Daerah Rp 12 Miliar, Bagi Hasil Retribusi Daerah Rp 3 Miliar, Bantuan Keuangan Desa Rp 42 Miliar, dan Dana Desa (DD) Rp 453 Miliar. 

Sebagaimana informasi yang beredar, Saeful Fajar, salah satu pemerhati pembangunan di Kabupaten Brebes mengungkapkan banyaknya paket pekerjaan yang siap dikerjakan di tahun ini mendapat sorotan dari sejumlah aktifis masyarakat.  

Pemerintah Kabupaten Brebes, dalam dipa anggaran tahun 2022, kembali mengalokasikan anggaran untuk sejumlah pekerjaan. Bahkan di tahun 2022 ini pemerintah telah menyiapkan 5.990 paket pekerjaan baik berupa penunjukan langsung maupun lelang. 

Menanggapi informasi tentang kualitas proyek APBD Kabupaten Brebes yang diragukan, dan diduga terjadi praktek jual beli yang didengungkan oleh aktivis Brebes, Saeful Fajar, Ketua GNPK-RI Jawa Barat, Nana Supriatna Hadiwinata mengungkapkan, "Sistem politik di Indonesia yang masih berbiaya tinggi menjadi indikasi maraknya kepala daerah yang terjerembab praktik korupsi juga disebabkan tingginya kekuasaan yang dimiliki ditambah adanya kesempatan dan rendahnya integritas." Selasa (25/01/22). 

"Dengan kata lain korupsi terjadi karena kekuasaan ditambah adanya kesempatan dan minus integritas," Tegas Nana.

"GNPK-RI selalu mengingatkan para Kepala Daerah sebagai penyelenggara negara untuk selalu memegang teguh integritas dan mengedepankan prinsip-prinsip good governance dalam menjalankan pemerintahannya." Ungkap Nana.

Dirinya mengaku perihatin dengan kondisi yang terjadi saat ini. Bahkan praktek dugaan transaksional dalam mendapatkan paket pekerjaan sudah berlangsung lama. 

Nana Supriatna Hadiwinata menjelaskan, "Berdasarkan pengalaman GNPK-RI dalam mengamati tindak pidana korupsi, setidaknya terdapat lima modus korupsi kepala daerah, yaitu intervensi dalam kegiatan belanja daerah mulai dari pengadaan barang dan jasa, penempatan dan pengelolaan kas daerah, pelaksanaan hibah dan bantuan sosial (bansos), pengelolaan aset, hingga penempatan modal pemda di BUMD atau pihak ketiga."

Kemudian, "Intervensi dalam penerimaan daerah mulai dari pajak daerah dan retribusi, pendapatan daerah dari pusat, sampai kerja sama dengan pihak lain. Modus lainnya intervensi dalam perizinan mulai dari pemberian rekomendasi, penerbitan perizinan, sampai pemerasan." Ujar Nana.

Selain itu, Lanjut Nana, "Benturan kepentingan dalam proses pengadaan barang dan jasa; rotasi, mutasi, promosi, dan rangkap jabatan; serta Penyalahgunaan wewenang dalam proses lelang jabatan."

Nana pun menyoroti terkait sektor pengadaan barang dan jasa (PBJ) yang menjadi primadona kepala daerah untuk melakukan praktik korupsi, KPK telah mengidentifikasi berbagai titik rawannya. Beberapa di antaranya, kelembagaan Unit Layanan Pengadaan (ULP) yang tidak independen, Pokja ULP tidak permanen.

"Pelaksanaan PBJ yang tidak transparan, benturan kepentingan dalam pelaksanaan PBJ dan Sistem PBJ yang diretas oleh pihak yang tidak bertanggung jawab." Ungkap Nana.

Modus lainnya, juga bisa dilakukan dengan cara kerjasama antara pejabat daerah dengan anggota DPRD, dalam proses "menggol-kan" suatu mata anggaran, yang bertujuan untuk memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak.

Selain itu, lanjutnya, ada juga modus penyelewengan dengan melakukan rekayasa untuk menunjuk rekanan tertentu,dengan harga yang sudah diatur atau mark up.

Abah Nana mengatakan, pengadaan barang dan jasa merupakan satu dari delapan fokus area perbaikan dalam monitoring pendampingan pengawasan masyarakat yang dilakukan GNPK-RI untuk memperbaiki tata kelola pemerintah daerah. 

Untuk perbaikan tata kelola pengadaan barang dan jasa, GNPK-RI Jabar meminta Pemda untuk menyusun aksi perbaikan antara lain dengan pembentukan UKPBJ yang independen, pembentukan Pokja UKPBJ permanen dan tidak merangkap dengan OPD lain, perencanaan kegiatan PBJ yang transparan dan akuntabel, pelaksanaan Reviu HPS dan Probity Audit, pelaksanaan Audit Kepatuhan PBJ juga pelaksanaan Audit IT PBJ.

GNPK-RI yang dalam perjalanannya bersinergi dengan KPK, Bareskrim Polri, Kejagung, Komisi Yudisial, Kompolnas, dan Ombudsman, serta lembaga lainnya melalui program-program pencegahan, koordinasi dan supervisi, telah mendampingi dan terus mendorong perbaikan tata kelola pemerintahan daerah agar transparan dan akuntabel.

Melalui upaya pencegahan, salah satunya adalah dilakukan dengan membuat kajian sistem. "GNPK-RI berupaya menutup celah dan potensi korupsi dengan memberikan rekomendasi perbaikan agar tidak ada peluang atau kesempatan seseorang untuk bisa melakukan korupsi," jelas Abah Nana.

Keberpihakan GNPK-RI dalam upaya Pencegahan dan Pembertasan Korupsi sangat tegas, melalui upaya sosialisasi bahaya laten korupsi yang merupakan kejahatan luar biasa adalah istilah yang dipergunakan untuk menggambarkan suatu kejahatan yang mempunyai dampak negatif terhadap kehidupan manusia.

GNPK-RI Jabar mendorong pembentukan budaya antikorupsi di masyarakat, termasuk menjaga integritas penyelenggara negara dengan menumbuhkan kesadaran agar tidak ingin melakukan korupsi." Papar Abah Nana.

"Selain itu, GNPK-RI melalui upaya penindakan yang tegas, selalu merespon dan menganalisa informasi-informasi yang berkembang di masyarakat dalam Lapdumas yang masuk, dan melaporkannya ke KPK, Kejagung atau Bareskrim Mabes Polri." Cetusnya.

Abah Nana berujar, bahwa dirinya berharap, "Apabila peran aktif masyarakat dalam peran sertanya sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dalam pasal 41 ayat (5) dan pasal 42 ayat (5) diatur mengenai hak dan peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, akan membuat penyelenggara negara takut sehingga tidak mau korupsi," Pintanya.

"Dalam beberapa kasus yang dilaporkan GNPK-RI baik ke KPK, Kejagung, atau Bareskrim Mabes Polri, modus korupsi pada PBJ yang terungkap antara lain, seperti ijon proyek, pemberian suap dan gratifikasi untuk mendapatkan proyek, mark-up anggaran, dan kolusi dalam proses lelang," Pungkasnya. [Eka-vdgerung.mgl].

Posting-Web
Iklan-ADS
Iklan-ADS
×
Berita Terbaru Update
close
Banner iklan disini