Sucaindo.com - JATIM, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan HAM Mahfud MD didorong mengungkap secara transparan soal transaksi janggal yang diduga mengarah kepada tindak pidana pencucian uang Rp 349 triliun di Kementrian Keuangan. Hal ini disampaikan oleh Ketua Pimpinan Wilayah GNPK-RI Provinsi Jawa Timur Advokat H. Surjono, S.H, M.H,.
Advokat H. Surjono, S.H, M.H,. yang juga berprofesi sebagai Advokat di Kantor Advokat dan Legal Konsultan "SURJO & PARTNERS" menilai keterbukaan informasi tersebut berguna untuk kepentingan Nasional.
Advokat H. Surjono, S.H, M.H,. menjelaskan, fakta menunjukkan, banyak kasus korupsi di Indonesia yang melibatkan generasi muda akhir-akhir ini. Ini merupakan sebuah ironi, mengingat seharusnya anak muda memiliki idealisme yang kuat untuk membangun bangsa.
"Dulu koruptor usianya cukup lanjut, sudah punya posisi atau kedudukan tertentu. Sekarang korupsi tidak lagi memandang usia. Orang muda banyak terlibat dalam praktik ini,” ujar Advolat H. Surjono, S.H, M.H,. saat dirinya mendukung petisi Dukung Prof. M. Mahfud MD tuntaskan TPPU 349 T di Kemenkeu https://chng.it/9sCtxFBX
Selain Ketua Pimpinan Wilayah GNPK-RI Provinsi Jawa Timur, Pembina dan Pengawas pun menaruh perhatian atas petisi tersebut. "Merupakan tanggung jawab yuridisnya Prof. Mahfud MD sebagai Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU atas penyampaian informasi adanya transaksi senilai Rp 394 triliun berdasarkan data dari PPATK ," ujar Advokat H. Surjono, S.H, M.H,. Minggu 02 April 2023 melalui keterangan tertulis yang disampaikan kepada redaksi mediaandalas.com
Selanjutnya, Advokat H. Surjono, S.H, M.H, mengatakan, informasi yang disampaikan oleh Mahfud juga harus ditanggapi segera oleh aparat penegak hukum. Sebab, menurutnya, informasi dugaan pencucian uang yang mencapai ratusan miliar tersebut merupakan tindakan kriminal yang luar biasa.
"Sehingga menemukan kejelasan dan terang peristiwanya serta siapa pihak pihak yang terlibat didalamnya," ujar Abah Sur, sapaan akrabnya.
Terkait potensi pemidanaan, Advokat Surjono menilai, Prof. Mahfud MD tidak bisa dijerat pidana karena menyampaikan informasi tersebut. Ia mengatakan meski ada jerat pidana yang diatur dalam Pasal 11 UU TPPU, Mahfud menyampaikan informasi terkait dengan kewenangannya sebagai ketua Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
"Sebab yang dilakukannya dan keadaannya adalah menjalankan dan memenuhi kewajibannya menurut undang undang TPPU itu sendiri berkait dengan adanya dugaan transaksi yang mencurigakan yang jika tidak segera ditindaklanjuti dapat mengancam stabilitas perekonomian dan integritas sistem keuangan termasuk potensi tindak pidana kejahatan lainnya," ujarnya.
Hal senada sebagai dukungan atas Petisi tersebut terlontar juga dari Pembina GNPK-RI Pimpinan Wilayah Jawa Timur Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Bisri MS. Guna meencegah berperilaku koruptif, pemerintah seyogyanya menindaklanjuti atas pernyataan dari Prof. Mahfud MD sehingga transparansi dan akuntabilitas atas informasi tersebut bisa segera diungkap ke publik guna penegakan supremasi hukum di Indonesia.
Prof. Muhammad Bisri menjelaskan bahwa korupsi memiliki dampak buruk pada tatanan kehidupan. "Korupsi itu bisa dimulai dari hal kecil. Perilaku menyontek, misalnya, bisa berpotensi melahirkan tindakan korupsi yang besar jika mahasiswa cenderung menganggap remeh hal tersebut."
“Mungkin menyontek dianggap sebagai kenakalan semasa sekolah. Tapi ketika perilaku itu sudah menjadi bagian sehari-hari, perbuatan itu akan berdampak besar,” kata Prof Muhammad Bisri.
Selain itu, berbagai perilaku curang semasa sekolah, seperti mark up anggaran kegiatan, plagiat, suap nilai, hingga berperilaku tidak disiplin akan berpotensi melahirkan tindakan korupsi yang lebih besar saat nanti terjun di masyarakat. Untuk itu, Prof. Muhammad Bisri mengingatkan agar masyarakat, terutama pelajar dan mahasiswa wajib memupuk nilai kejujuran saat masih bersekolah.
Lebih lanjut Prof. Dr. Hj. Sjamsiar Sjamsuddin mengatakan, lingkungan pemerintah yang bebas korupsi akan memudahkan masayarakat dalam menerima pelayanan publik sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah kepada masyarakatnya sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi.
Karena itu, mewujudkan nilai-nilai antikorupsi dalam kehidupan keluarga, maupun masyarakat secara paripurna sangat penting. Menurut Prof. Sjamsiar Sjamsuddin, ada beberapa nilai-nilai antikorupsi yang wajib diimplementasikan dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masayarakat dalam kehidupan sehari-hari, dan hal tersebut ditopang dengan akuntabilitas serta transparansi para pejabat publik dalam memberikan pelayanannya kepada masyarakat sebagai tanggungjawab utuh.
"Jika hal ini sudah berjalan secara sistemik dan masif maka hal-hal yang bersifat pungli ataupun gratifikasi serta suap akan bisa ditekan, boleh jadi akan sirna. Maka, penanaman akan nilai-nilai tersebut antara lain kejujuran, kepedulian, kemandirian, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, kesederhanaan, keberanian, dan keadilan merupakan akumulasi dari integritas itu sendiri, baik itu dari masyarakat ataupun para pejabat negara." Papar Prof. Dr. Hj. Sjamsiar Sjamsuddin.
Pendidikan antikorupsi sejak dini dan dimulai dari diri sendiri, keluarga, lingkungan masyarakat, dunia pendidikan dan muaranya kepada para pejabat publik sebagai pengayom kebutuhan masyarakat merupakan bagian dari rangkaian pembinaan mental kebangsaan dalam mencegah perilaku koruptif itu sendiri.
Sebelumnya, Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Mahfud MD menyampaikan adanya data dugaan pencucian uang di Kementrian Keuangan senilai Rp 349 triliun. Dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan DPR, Mahfud Md dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dipermasalahkan oleh anggota DPR.
Anggota DPR menyebut pemberian statmen oleh Mahfud dan Ivan tersebut merupakan pelanggaran dan bisa dijerat pidana. Sementara itu, Mahfud mengatakan pemberian informasi itu sudah sesuai dengan kewenangannya sebagai ketua komite. [Eka]