-->

Notification

×

Iklan

New-Slide

Iklan

New-Slide

Rektor Undaris, Dr. Drs. H. Hono Sejati, S.H, M.Hum Bersama Ratusan Professor Lainnya Dukung Langkah Mahfud MD Bongkar Transaksi Janggal Rp 349 Triliun

Minggu, 02 April 2023 | April 02, 2023 WIB | 0 Views Last Updated 2023-04-02T04:28:17Z

 


Sucaindo.com - Jawa Tengah, Para profesor, Guru Besar sejumlah kampus, turun gunung. Mereka membuat petisi dukungan kepada Menko Polhukam RI, Prof Mahfud MD untuk membongkar transaksi janggal senilai Rp349 triliun. Para professor ini prihatin setelah menyaksikan jalannya RDP (Rapat Dengar Pendapat) Umum dengan DPR RI, Rabu (29/3/23) kemarin.

Rektor Undaris, Dr. Drs. H. Hono Sejati, S.H, M.Hum Bersama Ratusan Professor Lainnya Dukung Langkah Mahfud MD Bongkar Transaksi Janggal Rp 349 Triliun. Ia mengatakan, kondisi korupsi yang sistemik membuat kejahatan ini bagaikan “part of business”, dilakukan dengan cara yang kompleks dan ditopang oleh kekuasaan.

"Dengan pengetahuan luar biasa di sektor-sektor tempat mereka berada, korupsi disebut juga kejahatan kerah putih karena yang melakukannya bukan hanya mereka yang punya kekuasaan, tetapi juga orang pintar, knowledgeable," kata Dr. Drs. H. Hono Sejati, S.H, M.Hum.



Dr. Drs. H. Hono Sejati, S.H, M.Hum,. mengapresiasi keberanian Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkap pergerakan transaksi janggal Rp 349 triliun terkait dugaan Tindak Pidana Pencucian uang (TPPU).

"Saya ingin mengapresiasi keberanian Pak Mahfud MD yang telah melakukan gebrakan dahsyat dalam upaya pemberantasan korupsi," kata Dr. Drs. H. Hono Sejati, S.H, M.Hum.

Untuk itu, Dr. Drs. H. Hono Sejati, S.H, M.Hum,. mendukung penuh langkah Prof. Mahfud MD dan berharap Mahfud MD bisa membongkar memberikan catatan aliran dana tersebut kepada publik.

"Bahkan, dalam kondisi korupsi yang sistemik, aparat penegak hukum dan badan pengawas yang seharusnya mencegah terjadinya korupsi malah justru terlibat di dalamnya." Lanjut Aktivis Pencegahan Korupsi ini seraya memaparkan.

"Lebih dari itu, korupsi juga merupakan kejahatan sistemik. Sehingga kompleks dan terencana oleh para penyelenggara negara. Korupsi sistemik terjadi ketika semua pihak di sebuah negara bisa melakukannya, mulai dari tataran terendah hingga posisi tinggi di pemerintahan, dari petty corruption hingga grand corruption." Ujarnya.

"Buka aliran dana sebagaimana disampaikan PPATK ke publik, agar clear. Kami mendorong Pak Mahfud untuk berbicara gamblang," pintanya.

Terakhir, menurut, kata Dr. Drs. H. Hono Sejati, S.H, M.Hum, selain sebagai Rektor Undaris, dirinya juga selaku Ketua Pimpinan Wilayah GNPK-RI Provinsi Jawa Tengah, turut mendukung kerja Mahfud MD dalam membantu kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Terutama dalam memberantas korupsi dan pencucian uang di Indonesia.

“(Seakan) ada upaya mengarahkan tuduhan kepada Prof Mahfud MD yang, mengungkap adanya transaksi mencurigakan sebagai sesuatu yang menimbulkan kegaduhan. Ini adalah pandangan yang (mereka) sebenarnya khawatir kalau info itu terlacak secara terbuka, sehingga banyak yang terkena. Karena terkait dengan itu,” demikian Prof Dr H Edy Suandi Hamid, MEc dikutip dari ArahKata.com, Jumat (31/3/23).

Oleh karena itu, jelas Rektor Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta ini, apa yang dilakukan Prof Mahfud adalah suatu yang positif dan harus ditindaklanjuti, sehingga jelas transaksi apa dan siapa saja di dalamnya. “Kalau ada kerugian negara, berapa jumlah kerugian Negara? Ini harus kita kawal dan kita buka seluas-luasnya,” tegasnya.

Mengapa? “Karena ini (transaksi janggal Rp349 triliun) itu berpotensi sebagai pintu masuk untuk mengungkap kejahatan korupsi atau pun pencucian uang. Dan, perlu tahu, tidak banyak orang seberani Prof Mahfud. Karena itu harus kita dukung. Jangan sampai hanya ramai di DPR saja. Kemenkeu juga harus terbuka, dan berpikir positif bahwa motif pengungkapan rekening janggal itu, adalah untuk menyelamatkan uang rakyat dan memberikan hukuman bagi pelaku pelanggaran,” terangnya.

Kejahatan Luar Biasa

KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sendiri, sudah menyimpulkan, bahwa, korupsi adalah kejahatan luar biasa atau extraordinary crime. Pelakunya (koruptor) harus dihukum berat. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, memberi peluang penjara seumur hidup dengan denda miliaran rupiah.

Beberapa negara bahkan telah menerapkan hukuman mati bagi para koruptor, di antaranya China, Iran, Irak, dan Korea Utara. Hal ini menunjukkan bahwa korupsi adalah kejahatan berat yang mesti dihukum berat pula. “Korupsi adalah kejahatan yang merampas hak rakyat, korupsi juga merampas hak asasi manusia, korupsi juga melawan kemanusiaan,” demikian Firli Bahuri, Ketua KPK, suatu ketika.

Sudah Gila

Menko Polhukam Mahfud MD menyebut korupsi di Indonesia sudah sangat gila, dan terjadi hampir di seluruh sektor. Dari mulai pertambangan, perikanan, kehutanan, hingga pertanian.

“Saudara bayangkan berapa besar korupsi dunia pertambangan ini, sejak saat itu, dan sejak sebelumnya mengapa kita melakukan reformasi,” kata Mahfud dalam acara ‘Sinkronisasi Tata Kelola Pertambangan Mineral Utama Perspektif Polhukam’ di Jakarta Pusat, Selasa (21/3/2023).

“Nah itu pertambangan, belum kehutanan, belum perikanan, belum pertanian, apalagi? Gilanya korupsi di negara kita ini,” kata Mahfud lagi.

Menurut Mahfud, kalau Indonesia bisa memberantas korupsi dengan benar, maka, tidak ada rakyat miskin. Ia mengutip Ketua KPK Periode 2013 hingga 2014, Abraham Samad. Bahwa, jika korupsi di pertambangan bisa dihapus, maka setiap orang di Indonesia bisa mendapatkan uang sebesar Rp 20 juta per bulan secara cuma-cuma.

“Itu ada informasi dari PPATK waktu itu, Abraham Samad mengatakan kalau saja di dunia pertambangan ini kita bisa menghapus celah-celah korupsi, maka setiap kepala orang Indonesia itu setiap bulan akan mendapat uang 20 juta rupiah, tanpa kerja apa pun,” katanya.

“Sehingga saya katakan, sekarang saudara noleh kemana aja ada korupsi kok. Noleh nih ke hutan ada korupsi di hutan, noleh ke udara ke pesawat udara ada korupsi di Garuda, asuransi ada asuransi, koperasi korupsi, semuanya korupsi. Nah ini sebenarnya mengapa dulu kita melakukan reformasi,” katanya.

Petisi para professor ini, mendapat sambutan para praktisi hukum. Andy Mulya, SH, MH misalnya, menyebut dukungan para professor ini sangat penting. “Apalagi ada semacam ancaman reshuffle untuk Prof Mahfud MD. Kalau ini benar, berarti omong kosong seluruh pemberantasan korupsi selama ini,” tegasnya.

[red.vdmgl]

Posting-Web
Iklan-ADS
Iklan-ADS
×
Berita Terbaru Update
close
Banner iklan disini